Saya Dan Mereka
Adakah
manusia sempurna? Benarkah manusia memang tidak bisa mencapai kesempurnaanya
sebagai mahluk yang bernama manusia. Menjadi manusia sempurna adalah
keinginan setiap manusia, tidak peduli status sosial, jenis kelaminnya, ras
sukunya.
Mereka
tidak pernah meminta untuk dilahirkan seperti ini. Ya, anak-anak ini. Semester
tujuh ini cukup berkesan. Pengalaman menyelesaikan salah satu matakuliah
pilihan, Pendidikan Anak Luar Biasa. Sebelumnya tidak terbayangkan olehku untuk
bisa sedekat ini dengan mereka. Melihat mereka dengan lebih dekat. Anak- anak
yang lebih khusus dikenal dengan anak berkebutuhan khusus membuat mereka lebih
spesial. Inilah adalah tulisan mengenai pengalaman saya bersama
siswa-siwa Tunarungu.
Bagaimana
rasanya jadi seperti mereka, tidak berani terlintas dibenakku, terlalu miris
untukku secara pribadi. Akan tetapi tugas yang mengaharuskanku berinteraksi
dengan mereka, mengubah paradigma terhadap anak-anak ini. Melakukan observasi
selama tiga hari. Hari pertama bagiku sebagai sesuatu yang baru, seperti anak
yang mungkin baru lahir melihat dunia. Suatu tempat asing dan tidak
tahu apa yang bisa dilakukan. Mencoba tidak gugup dan yakin bahwa saya
bisa keluar dari dunia itu dengan selamat. Waktu terasa lama sekali pada hari
pertama. Namun hari kedua dan ketiga berubah menjadi begitu cepat, saya
menemukan anak-anak dengan tingkah laku mereka yang unik. Bagaimana saya
mencoba beradaptasi dengan mereka, berpartisipasi pada kegiatan mereka
sepanjang hari.
Dengan
latar belakang yang berbeda mereka tetap manusia yang ingin bisa menikmati
indahnya dunia, baik di rumah bersama orangtua, di sekolah dengan guru dan juga
teman-teman yang memiliki kesamaan dengannya. Serta kebutuhan untuk diterima
oleh masyarakat. Kekurangan mereka bukanlah hukuman dari Tuhan, mereka bukan
produk gagal orangtua mereka. Pengalaman yang tidak pernah saya lupakan
adalah ketika pada jam istirahat usai sholat duhur, mereka aktif mendekati saya
lalu bertanya saya asal dari mana? Kuliah ambil jurus apa? Itu apa sih? Itu
susah nggak kak? Dan lain sebagainya. Awalnya saya khawatir tidak bisa
menjelaskan dengan baik. Namun saya pelan-pelan dan mengulangnya beberapa kali.
Hal ini membuat saya juga belajar banyak dari mereka, saya bertanya
kepada beberapa anak mengenai cita-cita mereka. Diantaranya ada yang menjawab
ingin jadi orang perawat, dokter, pelukis, penulis dan lain-lain. Bagi saya
mereka apa yang mereka cita-cita itu membanggakan. Ada seorang anak perempuan,
saya lupa siapa namanya, namun saya teringat perkataannya, “Saya memang
memiliki kekurangan pada pendengaran dan bicara tapi setipa saya sholat
saya bisa mendengar suara Tuhan.”
Saya
mengutip dari jurnal Self Detemination/ (Penetuan Nasib Sendiri).
Berdasarkan review jurnal mengenai definisi self-determination adalah penetuan
nasib sendiri sebagai dasar hak asasi manusia (Marks 2008; Ward. 1988: Wehnieyer, 1998.
2005). Wehineyer. Palmer, Agran. Mithaung
dan Martin
(2000) dan Wehnieyer (2004) mendeskripsikan self-determination adalah orang yang
mempunyai agen hidup-sebagai orang-orang yang mampu membuat hal-hal menjadi nyata, bagaimana cara mereka mewujudkannya. Martin dan Marshall (1996) mendeskripsikan self-determination
sebagai individu yang tahu bagaimana memilih, mereka tahu apa yang mereka inginkan
dan bagaimana mendapatkannya.
Kemudian
Field, Martin Miller Ward dan Wehmeyer (1998a) juga berusaha mendefinisikan self-determination
dengan cukup baik sebagai suatu “kombinasi dari keterampilan pengetahuan, dan
keyakinan yang memungkinkan orang untuk terlibat dalam tujuan-diarahkan,
regulasi diri, otonom perilaku” yang menjelaskan pemahaman kekuatan dan
ketebatasan seseorang. Bersama dengan kepercayaan diri sebagai kemampuan dan
efektif untuk self-determination. Ketika kemampuan dan sikap individu
untuk mengambil kendali dari hidup mereka dan bisa berperan sukses dalam
masyarakat, (dalam hal 56).
Faktor
yang mempengaruhi self-determination Anak bekebutuhan khusus?
Dukungan
dari anggota keluarga, teman dan sosial serta instansi pemerintah yang kuat
memberikan kekuatan, tekad dan dorongan untuk terus memberikan dukungan
emosional sebagai penting bagi mereka yang mengalami kelainan
“kecacatan.” Hal ini yang memungkinkan mereka untuk melalui masa-masa sulit
dalam hidup. Referensi untuk mendorong dan ketekunan, mengetahui apa yang
mereka inginkan, percaya bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mencapai tujuan
mereka, serta cara untuk mencapai tujuan telah ditetapkan untuk diri
mereka sendiri. (dalam hal 69). Self-awareness/ kesdaran diri
terhadap kebutuhan dan juga penerimaan mengenai keterbatasan yang mereka miliki
sebagai “sikap positif” dipandang sebagai tanda untuk mengetahui kapan
dan bagaimana harus meminta bantuan. (dalam hal 69-70).
Selain
itu, kunci utama adalah kepercayaan diri dalam pengembangan self-determination,
dijelaskan oleh Schreiner (2007) yang menyatakan bahwa siswa dengan cacat
harus memiliki pemahaman akurat dan realistis tentang diri mereka dengan
tepat” (dalam hal. 73)
Dalam
jurnal ini juga dipaparkan beberapa point penting yang bisa digunakan untuk
mengembangkan self-determination melalui
sekolah yang dimaksudkan sebagai strategi dalam memfasilitasi self-detetmination anak berkebutuhan khusus:
sekolah yang dimaksudkan sebagai strategi dalam memfasilitasi self-detetmination anak berkebutuhan khusus:
- Teach student how to set goals. Memahami benar-benar apa yang siswa inginkan dan mendorong untuk membantu mereka mengidentifikasi tujuan mereka.
- Assist students in self-assesment. Setelah tujuan ditentukan, membantu siswa dalam self-assessment kemampuan mereka untuk mencapai tujuan mereka. Apakah yang mereka butuhkan untuk mencapai tujuannya.
- Support the development of an action plan. Merupakan komponen penting dari pencapaian tujuan. Dalam hal ini meminta siswa dalam bertindak. Kapan dan bagaimana mereka meminta bantuan orang lain.
- Provide opportunities to practice self-determined behavior. Memberikan kesempatan untuk siswa berlatih diri sangat penting. Hal ini sangat penting dan harus diberikan sesering mungkin, terlepas dari apakah siswa berhasil atau gagal dalam memenuhi tujuan mereka.
- Guide students in self-reflection. Terlepas dari apakah siswa berhasil atau gagal dalam mencapai tujuan mereka, mereka harus mencerminkan untuk memahami ini sebagai proses. Jika mereka berhasil, guru harus mengakui upaya mereka dengan positif penguatan dan menekankan bahwa siswa secara pribadi bertanggung jawab untuk mencapai tujuan mereka. Jika siswa gagal untuk mencapai tujuan mereka, guru dapat menilai kembali tujuan siswa, memodifikasi mereka jika perlu, mengidentifikasi bantuan, dan memberikan siswa kesempatan tambahan untuk bertahan mencapai tujuan.
Berdasarkan
jurnal dan pengalaman saya dalam observasi membuat saya menemukan isight bahwa
mereka sungguh menjadi spesial untukku, kesempatan belajar bersama mereka dan
memerhatikan bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang lain, dibalik
kekurangan mereka. Sikap mereka yang lebih ingin tahu dan benar-benar
memerhatikan bagaimana suara bisa sungguh dipahami. Setiap indera yang Tuhan
berikan selalu punya keterbatasan, bukan? Manusia yang normal fisik pun punya
keterbatasan untuk menjangkau sesuatu. Kehadiran anak-anak tunarungu ini juga
mempunyai peluang yang sama untuk memahami dunia menjadi utuh dan sempurna.
Mereka perlu didampingi, mereka butuh telinga dan mulut orang lain untuk
menggantikan apa yang tidak Tuhan berikan pada mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar