DISINI,
AKU MERASA ‘SAMA’ SEPERTI MEREKA YANG NORMAL
Tidak
bisa melihat bukan berarti berhenti berkarya dan lantas menyurutkan semangat
kehidupan, inilah salah satu prinsip yang dipegang orang-orang penyandang disabilitas,
terkhusus kaum tunanetra. Seorang tunanetra yang mandiri adalah inspirasi hidup
kita. Tunanetra sering kali dijadikan alasan untuk meminta belas kasihan. Kekurangan
yang seringkali dijadikan alasan untuk tidak bekerja dan tidak berkarya. Boro-boro
memberikan inspirasi hidup dan kontribusi kepada orang lain, untuk dirinya
sendiri masih mengharapkan orang lain.
Kehadiran
penyandang tunanetra dalam keluarga kita dipastikan tidak kita harapkan.
Tentunya kita mengharapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa memohon keluarga kita
dilahirkan normal sehat tidak kurang satu apapun. Namun apa boleh
dikata kalau kita dikaruniai seorang keluarga penyandang cacat, tunanetra
misalnya, satu-satunya jalan adalah bersabar dan tetap bersyukur atas karunia
itu.
Mayoritas
yang terjadi memiliki keluarga penyandang cacat adalah aib dalam satu keluarga
sehingga mereka cenderung menyembunyikan bahkan menyia-nyiakan karena tidak
berguna bagi keluarga itu. Mereka kebanyakan menganggap penyandang cacat ini
bagi keluarga hanya menjadi beban tidak ada gunanya dan itu memang kenyataannya.
Bahkan penyandang tunanetra ini pun saat dirumah tidak ada yang peduli, tidak
ada yang mengajak bermain, bercanda dll, tetangga lewat pun tidak ada yang
peduli di diamkan saja tidak di sapa. Mereka hanya termenung sendiri menunggui
kegelapannya.
Ketika
saya melakukan observasi ke Yaketunis, saya begitu takjub menyaksikan adik-adik
usia SD bermain kejar-kejaran dan gendong-gendongan di koridor. Mereka buta
tapi begitu leluasa bermain kejar-kejaran tanpa takut tersandung atau menabrak
sesuatu. Hanya kita yang ketar-ketir
khawatir melihat mereka berlarian kesana kemari, takut mereka terjatuh atau
menabrak tembok. Dan keceriaan mereka sungguh membuktikan betapa rasa syukur
dan ikhlas masih milik mereka atas keterbatasan yang mereka alami. Selain fasilitas pendidikan, Yaketunis
juga memiliki asrama. Dalam keseharian, mereka tinggal di asrama Yaketunis dan
mengikuti kegiatan pendidikannya di sekolah atau universitas masing-masing.
Banyak dari mereka yang berasal dari beberapa kota di Jawa. Mereka tinggal di
asrama yaketunis dan pulang ke kampung halaman kembali ke keluarga ketika libur
panjang tiba. Jadi Yaketunis ini berbeda dengan panti asuhan untuk yatim piatu.
kebanyakan dari mereka memiliki keluarga di tempat asalnya. Tempat teman-teman tunanetra
ini menuntut ilmu pun bermacam-macam. yang SD dan SMP bersekolah di sekolah
yang ada di kompleks yayasan. Sedangkan yang SMA sampai Universitas, mereka
bersekolah di luar. Yang sudah kuliah, kabanyakan berkuliah di UIN Sunan
Kalijaga, tapi ada juga yang kuliah di UGM. Jurusan yang mereka ambil
berbeda-beda. Hanya kebanyakan di bidang pendidikan dan keagamaan. Teman-teman di Yaketunis dari
awal sudah ditekankan untuk mandiri. Tidak bisa melihat bukan merupakan sebuah
apalagi untuk terus bergantung pada orang lain. Mulai dari hal-hal kecil
seperti mencuci baju dan keperluan pribadi lainnya mereka urus sendiri. Mereka
juga menyapu dan membersihkan lingkungan mereka sendiri. Untuk berangkat ke
sekolah atau kampus pun mereka lakukan sendiri, tidak diantar. Lalu gimana caranya mereka bisa
sampai ke kampus atau sekolah mereka dari asrama Yaketunis? Mungkin kita bakal
bertanya seperti itu. Sehari-hari mereka bersekolah atau kuliah memakai
angkutan umum (bis). Lalu bagaimana bisa mereka tahu kalau yang datang adalah
bis, bukan truk atau kendaraan lain? Bagaimana mereka tahu mana jalur bis yang
sesuai dengan tujuan mereka? Bagaimana cara mereka naik bis? Bagaimana mereka
tahu bahwa mereka sudah sampai tujuan? Dan sederet bagaimana-bagaimana yang
lain yang membuat kita tercengang setelah mendengar jawabannya dari bibir
mereka yang murah senyum. Coba saja teman-teman tanyakan pada mereka kalau
kebetulan sedang berkunjung ke sana. Lebih lanjut tentang Yaketunis bisa
ditanyakan juga di sana.
Suatu hari ketika saya melakukan observasi bersama
teman-teman, saya berkesempatan untuk berkenalan dan berbincang-bincang dengan
mereka. Ketika mereka menjawab pertanyaan dari saya mengenai cita-cita mereka,
begitu takjub mendengar apa yang
mereka cita-citakan dan keyakinan mereka untuk bisa menggapainya, membuat kita
yang normal merasa malu. Betapa mulia cita-citanya dan betapa gigih mereka
mengupayakannya. Kesulitan dan halangan yang mereka hadapi karena keterbatasan
yang mereka miliki tidak membuat mereka mengeluh lalu menyerah, tetapi justru
menjadi pengobar semangat untuk membuktikan bahwa walau tunanetra mereka bisa
menggapai cita-cita mereka, tidak kalah dengan orang-orang yang normal
penglihatannya. Sementara
di sini kita masih sering mengeluh ketika menemui kesulitan yang sebenarnya
sangat remeh. Sementara di sini kita mudah menyerah dan berbalik pergi ketika
membentur tembok penghalang. Cita-cita mereka bermacam-macam, ada yang mau jadi
dosen, guru, musisi, pemain tenis, dan sebagainya. Tapi satu semangat yang sama
dari cita-cita mereka adalah bahwa mereka ingin bisa menjadi orang yang
bermanfaat bagi sesamanya, serta ingin menunjukkan kepada dunia bahwa
keterbatasan penglihatan tak pernah bisa menghalangi mereka untuk berkarya dan
berprestasi. mereka ingin menunjukkan bahwa seorang tunanetra bukanlah sebuah
beban yang menyusahkan orang-orang, tapi seorang tunanetra justru mampu
memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.
Satu hal menarik yang kami temukan ketika mengobrol dengan
mereka.
Salah satu dari mereka meminta nomor handphone teman saya. Semula saya berpikir itu hanyalah gurauan. Gimana bisa make HP, sedangkan untuk mengoperasikannya saja harus menggunakan indera penglihatan. Tapi ternyata mereka memiliki HP dan mereka bisa mengoperasikannya dengan menggunakan software yang bisa menterjemahkan item-item dan tombol di HP dalam bentuk suara.
Salah satu dari mereka meminta nomor handphone teman saya. Semula saya berpikir itu hanyalah gurauan. Gimana bisa make HP, sedangkan untuk mengoperasikannya saja harus menggunakan indera penglihatan. Tapi ternyata mereka memiliki HP dan mereka bisa mengoperasikannya dengan menggunakan software yang bisa menterjemahkan item-item dan tombol di HP dalam bentuk suara.
Allah
memang Maha adil, semua orang diberi kelebihan potensi walaupun manusia
menganggap bahwa banyak sekali kekurangan. Semua manusia sudah dibekali
potensi masing-masing. Jadi jangan sibuk mendramaritis kekurangan kita, tapi
mari kita gali potensi kita,karena setiap manusia pasti diberi kelebihan
masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar